Wednesday, November 26, 2014

Indonesia Emas bukanlah Mimpi

Program 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak lahirnya Indonesia Emas. Mengangkat wacana generasi 2045 yang dilakukan secara intensif diharapkan mampu melahirkan suatu impian besar bagi seluruh bangsa Indonesia akan bangkitnya generasi emas yang mampu memberikan kebaikan dan kebesaran bangsa Indonesia. Indonesia Emas dimaknai dengan kondisi negara yang maju, makmur, modern, madani, dan dihuni oleh masyarakat yang berperadaban. Untuk mewujudkan kebangkitan generasi emas, kita tidak bisa lepas dari tantangan abad ke-21 dan tantangan kondisi objektif Indonesia di saat ini dan saat mendatang. Semua tantangan yang ada di sekitar kita, insyaAllah dapat diatasi dengan strategi pendidikan. Kita patut bersyukur, pada 2045 akan diisi oleh generasi emas yang sekarang berusia 0 sampai 20 tahun yang jumlahnya hampir 100 jutaan orang. Mereka pada saat itu akan berada pada usia produktif dalam jumlah mayoritas di antara kelompok usia lainnya penduduk Indonesia. Kelompok usia ini akan menjadi solusi dan sumber kekuatan bangsa jika mereka disiapkan dengan asuhan, pendidikan, dan latihan yang efektif sehingga potensi mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Daniel H Pink (2005) melalui bukunya A Whole New Mind menyatakan bahwa pada era abad ke-21, telah bergerak dari era informasi ke era konseptual. Artinya, di abad ke-21 seseorang akan berhasil hidupnya, jika dia menguasai konsep atau ide daripada hanya menguasai informasi. Dengan kata lain, menguasai informasi saja tidak cukup kalau tidak menguasai konsep di balik itu. Dengan demikian, kemampuan untuk menyinergikan fungsi otak kiri (berpikir sekuensial, logis, dan analitis) dan fungsi otak kanan (berpikir nonlinier, intuitif, dan holistik) sangatlah diperlukan. Realitas terwujudnya Indonesia Emas pada usia 100 tahun telah diperhitungkan oleh para cendekiawan dan tokoh-tokoh nasional negara ini. Kerangka besarnya sangat kuat dan indah, namun kerangka-kerangka kecilnya perlu diawasi dan dianalisis secara detail kemajuannya. Beberapa analisis muncul di benak penulis yang membuat gundah dan gamang akan kesuksesan tujuan besar dan mulia ini. Pertama, pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional maupun departemen terkait lainnya, dalam melaksanakan dan merealisasikan blue print Visi Indonesia Emas hanya sebatas proyek. Proyek yang dilakukan tiap program yang ditargetkan. Apalagi terkesan proyek akan jalan jika ada pendanaan, dan proyek akan berhenti jika sudah tidak ada dana. Walhasil, kekontinuitas program tidak berjalan dengan baik. Hal demikian juga ditiru sampai jajaran tingkat yang paling bawah. Contohnya, pendidikan karakter dan budaya yang seharusnya terintegratif di setiap mata pelajaran di segala jenjang pendidikan, sekarang ini mati kutu. Kurikulum baru yang notabene sebagai kurikulum berbasis kecakapan hidup dengan mengedepankan vokasional, prakarya, masih tumpang tindih pelaksanaannya di lapangan. Kedua, tingkat perencanaan yang rendah tampak menyolok sekali terjadi di jenjang pusat maupun daerah. Terlihat fenomena sekedar berani dulu, nanti kalau ada yang tidak sesuai akan dibetulkan. Apalagi tidak semua elemen bangsa memahami Visi Indonesia Emas ini yang memang minim sosialisasi. Contohnya pembubaran Sekolah Bertaraf Internasional, pencetakan buku ajar baru kurikulum 2014 dengan membuang buku-buku yang sudah terlanjur di cetak, kebingungan praktisi pendidikan di tingkat sekolah terhadap implementasi pelaksanaan kurikulum 2014, penyajian pembelajaran dilapangan, dan evaluasinya. Hasilnya tampak sebagai tidak ada perubahan yang berarti pada aplikasi pembelajaran, dan kualitas outputnya. Untuk mengantarkan generasi emas 2045, kiranya perlu diangkat sejumlah isu pendidikan yang mutakhir. Pertama, pendidikan usia dini sangat diperlukan untuk mengisi dan memproses usia emas sehingga terbangun landasan yang kuat untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Ketepatan cara mendidik waktu usia dini menjadi modal penting bagi kelanjutan hidupnya. Ingat kata Freud bahwa anak adalah ayahnya manusia (child is a father of man). Kedua, pendidikan universal 12 tahun menunjukkan bahwa untuk berhasil memasuki era abad ke-21, setiap insan mampu menunjukkan pendidikan lebih yang dibuktikan dengan minimal pendidikan menengah. Selanjutnya, untuk menyelamatkan generasi emas, perlu diberikan akses lebih terbuka untuk studi di perguruan tinggi dengan memberikan dukungan biaya bagi warga negara yang berpotensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi. Ketiga, pendidikan karakter sangatlah diperlukan bangsa Indonesia, terutama dalam membentuk insan Indonesia yang berkarakter, insan yang religius, bertanggung jawab, cinta Indonesia, berkomitmen menjaga persatuan dan kesatuan, demikian juga menjauhkan diri dari tindakan konflik dan diskriminatif. Untuk mengefektifkan pendidikan karakter, sangat diperlukan sistem pendidikan karakter yang komprehensif, baik melalui kurikulum terpisah (separated curriculum), misalnya pendidikan agama, pendidikan Pancasila, pendidikan kewarganegaraan, maupun melalui kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), seperti pendidikan karakter yang diintegrasikan materi atau metodenya melalui mata pelajaran lainnya, misalnya pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, dan sebagainya. Keempat, pembelajaran kreatif mendorong kemampuan menyinergikan fungsi otak kiri dan kanan, yang sangat diperlukan untuk mengembangkan kecakapan berpikir divergen, kreatif, lateral, dan kritis. Kelima, pendidikan inklusif dipandang sangat penting bagi insan Indonesia yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini sepenuhnya dilandasi oleh demokrasi pendidikan, hak asasi manusia, dan prinsip pendidikan untuk semua. Dengan kondisi keterbatasan dan kelainan apa pun bukanlah menjadi alasan utama untuk tidak bisa mengakses layanan pendidikan. Karena itu, ke depan perlu ada jaminan pendidikan bermutu untuk semua melalui pendidikan inklusif. Keenam, pendidikan multikultural diyakini dapat menjadi solusi yang efektif dan edukatif terhadap keragaman yang semakin meningkat baik berkenaan dengan suku bangsa, ras, agama, dan bu daya yang terjadi di Indonesia. Di tahun 2015 kita memasuki komunitas ASEAN, artinya keragaman kita semakin meningkat, belum lagi jika memasuki komunitas Asia dan dunia. Langkah ini seiring dengan tuntutan zaman dan generasi sehingga manusia tetap menduduki posisi terhormat, baik di depan mata orang lain atau bangsa lain, maupun di mata Allah SWT.

0 comments :

Post a Comment