Monday, February 2, 2015

Pelajaran pertama ayah

Aku lahir di antara orang orang berdasi hitam rapih. Semua orang memanggilku tuan muda dan memujaku. Tak satupun dari mereka menentang perkataanku. Ayahku tidak pernah berbicara banyak, ia hanya memberikan apa yang aku minta. Kadangkala aku berpikir bahwa ayahku bukan orang yang jahat tapi kenapa kerap kali tamu asing berkunjung mereka menangis di hadapan ayahku, memanggilnya dengan nama - nama hewan serta berontak. Apakah begitu cara orang dewasa berkomunikasi ? Tapi kenapa ayah tidak pernah sekalipun membalas ? Ayah hanya mengangkat tangan kirinya keatas dan benda aneh bersuara keras akan membungkam mulut orang - orang tersebut. Dan selalu saja kakak kakak berbaju hitam menyeret tubuh tak bergerak itu keluar. Aku tidak pernah paham. Waktu demi waktu kuhabiskan bersama pria yang kupanggil paman. Badannya tinggi, rambutnya panjang, sedikit berbeda dengan ayah, paman selalu tersenyum. Aku suka sekali dengan paman. Umurku enam tahun sekarang, aku belajar banyak dari paman. Paman mengajariku naik sepeda, bermain pisau, main dorong - dorongan, mengajariku mengerti huruf huruf di buku orang dewasa, beliau bahkan mengajariku cara berkata R yang benar. Ayah tidak pernah mengajariku hal hal tersebut. Bukan, Ayah tidak pernah mengajariku apapun. Suatu malam aku berlari - lari kecil membawa pisau di saku sampingku untuk dimainkan bersama paman. Paman bilang ia akan mengajarkanku cara menusuk yang baru. Aku tidak paham kenapa aku suka pisau, aku hanya suka. pisau ini hadiah dari paman. Kata paman anak laki laki harus tahu cara membela diri, meskipun aku tidak terlalu paham apa yang harus dibela. Tiba tiba kudengar teriakan dari ruangan Ayah. Teriakan paman! Apa paman sedang mengobrol dengan ayah karena beliau menggunakan bahasa binatang. Aku bersemangat sekali menuju kamar ayah. Jangan - jangan malam ini aku bisa bermain bersama ayah dan paman. Pasti mengasyikkan. Beruntung pintu ruangan terbuka! jadi aku lebih mudah masuk, tidak usah dibantu! "Paman! main yuk!" Sorakku masuk, tapi pemandangan pertama yang aku lihat adalah paman berlumuran cairan berwarna merah di pundaknya, ia menahannya kuat - kuat dengan tangannya, seolah olah paman tidak ingin cairannya keluar lebih banyak. Di baliknya terlihat ayah duduk tenang tanpa ekspresi dengan mengangkat tangan kirinya seperti yang biasa ia lakukan, dan kakak di sebelah ayah memegang benda aneh itu. Paman melihat ke arahku dengan pandangan aneh, tapi membuatku takut. Mata paman melebar seolah bertahan untuk tetap sadar. Kakak kakak baju hitam meneriaku untuk lari ketika paman berlari ke arahku, entah kenapa badanku tak mau bergerak, dan paman menangkapku. "JANGAN MENDEKAT!" paman berteriak sangat keras, genggamannya pun bertambah erat sampai aku meringis. "KALAU MENDEKAT ANAK INI AKAN KUBUNUH !!!" Bunuh ? apa madsud paman ? Ayah hanya memandangi aku dengan sorot mata dingin. apa yang terjadi ? "Paman..membunuh itu artinya manusia tidak akan bergerak lagi kan ?" tanyaku memecah keheningan. "Paman bilang orang membunuh karena mereka tidak ingin keberadaan orang yang dibunuh. Apakah paman tidak suka denganku ?" Aku menatap paman meminta kejelasan. Paman terdiam sejenak lantas tertawa keras, pisau yang digenggamnya makin menempel. "Tentu saja aku tidak pernah suka denganmu, nak! kamu ini polos sekali!" Untuk pertama kalinya aku merasakan sakit di dadaku, "Kamu membunuh kakak perempuanku satu - satunya ketika melahirkanmu! dan sekarang aku harus berada di bawah perintah laki - laki tak punya hati! Laki - laki yang mewariskan darahnya padamu! Darah hina! Dengar, aku mengajarimu macam - macam hal supaya kalau dewasa nanti kamu bisa menyingkirkan ayah busukmu! Sayang, ayahmu tahu duluan sehingga aku tak bisa mengisi kenangan - kenangan indah bersamamu !" Aku tercengang mendengar perkataan paman. Meskipun aku tidak begitu paham, tapi entah mengapa rasanya dadaku bergemuruh. Sesuatu mendesak dalam diriku, sangat cepat, meluap - luap. Aku tidak suka paman. Hanya itu yang aku pikirkan. Tanpa sadar aku mencabut pisau di kantong sampingku dan menusukkannya pada paman. Aku yakin pasti sakit, paman pernah menggores jariku saat bermain dengan pisau dan rasanya tak tertahankan. Paman berteriak kesakitan, "ANAK KURANG AJAR" Aku mundur beberapa langkah, berdiri menyaksikan paman berlutut seperti anjing penjaga rumah ini. Paman mencabut pisau dari lututnya, hendak berdiri.aku penasaran apa yang akan dilakukannya, tapi suara keras yang biasa kudengar menggema. Cairan merah darah keluar dari dahi paman dan ia tersungkur. Tangannya bergetar tapi paman tidak bergerak bebas. Aku melihat ke belakang, ayah memegang benda aneh yang biasanya hanya dipegang kakak kakak berdasi hitam. Kami berpandangan, pertanyaan pertama ayah kepadaku terlontar dari mulutnya, "Bagaimana perasaanmu ?" "Aku tidak suka paman. Aku ingin paman pergi karena paman berkata tidak sesuai biasanya. Paman bilang paman sayang aku" Kataku datar dan lantang. Ayah tersenyum kepadaku. Selama bertahun - tahun baru kali ini ia tersenyum. "Perasaan yang kamu rasakan sekarang, disebut pengkhianatan" Itulah pelajaran pertama yang aku dapat dari ayah. Pengkhianatan.

0 comments :

Post a Comment